Home » Artikel KPR » Tips Mengumpulkan DP untuk Rumah Pertama

Tips Mengumpulkan DP untuk Rumah Pertama

Dalam ketentuan BI terkait LTV, pengajuan kredit rumah tidak bisa di cover 100% oleh bank. Untuk itu, calon debitur perlu menyiapkan sekitar 15-20% dari harga rumah sebagai DP untuk pembelian rumah secondary dan 10% untuk pembelian rumah primary.. Namun berdasarkan update terbaru yang terdapat pada Peraturan Menteri Nomor 13/PRT/M/2019 tentang Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) memberikan keringanan bagi calon debitur untuk pembelian Rumah Subsidi, yang tadinya 5% menjadi 1%.

Aturan terkait besaran DP sangat berkaitan erat dengan aturan LTV (loan-to-value) yang ditetapkan oleh BI. Berikut informasi terkait LTV rumah siap huni, rumah inden dan cara hitung LTV:

Dana yang Perlu Dipersiapkan Sebelum Beli Rumah

Ilustrasi KPR Indent
Ilustrasi Dana yang Dibutuhkan untuk mengajukan KPR

Selain mempersiapkan dana untuk beli rumah, Anda juga perlu mempersiapkan beberapa biaya berikut untuk mengajukan pembelian rumah secara KPR, yaitu: 

1. DP Rumah

DP rumah merupakan salah satu biaya utama yang perlu disiapkan untuk beli rumah. Biasanya bank maksimal akan menyetujui plafon kredit untuk rumah baru (primary) maksimal sebesar 90%, sehingga calon debitur perlu menyiapkan 10% dari harga rumah sebagai DP (di luar biaya lain-lain). Sedangkan, untuk rumah secondary atau sertifikat sudah pecah dari induk biasanya maksimal plafon yang disetujui adalah 80-85%, sehingga calon debitur perlu menyiapkan sekitar 15-20% sebagai DP. Sedangkan aturan untuk pembelian rumah subsidi, DP yang perlu disiapkan sekitar 1% dari plafon kredit.

2. Biaya Appraisal

Arti biaya appraisal adalah penaksiran pihak bank atas rumah dengan tujuan untuk menilai harga rumah tersebut. Besaran biaya appraisal masing-masing bank berbeda-beda. Namun ada beberapa bank yang memberikan gratis biaya appraisal. Biasanya rumah dengan plafon kredit <1 M biaya appraisal = gratis.

Baca juga : Biaya Appraisal KPR Gratis, Cek Daftar Bank Di sini

3. Biaya Notaris

Umumnya bank membebankan biaya notaris kepada calon debitur. Besar biaya notaris umumnya ditentukan oleh notaris yang dituju atau sesuai dengan ketentuan bank. 

Cek juga: Ketentuan SKMHT dan APHT 

4. Biaya Administrasi

Saat mengajukan KPR Anda akan dikenakan biaya administrasi, besar biaya administrasi juga bervariasi dan berbeda-beda di setiap bank, umumnya sekitar Rp. 500 ribu atau 0,1% dari plafon kredit. 

5. Biaya lain-lain

Biaya lain-lain KPR umumya terdiri dari biaya provisi, biaya asuransi kebakaran, asuransi jiwa, BPHTB dll.

 

Aturan Loan to Value / LTV Rumah Siap Huni

LTV KPR Bank Indonesia atau Loan to value ratio merupakan aturan BI terkait maksimum plafon kredit yang boleh diberikan oleh bank kepada debitur. Ketentuan ini sangat berpengaruh pada besaran DP yang harus dibayar jika Anda mengajukan KPR. Untuk pembelian rumah pertama, umumnya LTV akan lebih besar dibandingkan pembelian rumah kedua dan selanjutnya. 

Aturan terkait LTV terdapat pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/8/PBI tanggal 1 Agustus 2018. Berikut aturan terkait LTV pembelian rumah siap huni. Fasilitas = pembelian rumah pertama, fasilitas II = pembelian rumah kedua.

Kredit Properti (KP) & Pembiayaan Properti (PP) Berdasarkan Akad Murabahah & Akad Istishna’ Pembiayaan Properti (PP) Berdasarkan Akad MMQ dan IMBT
Tipe Properti (m2) Fasilitas KP dan PP Tipe Properti (m2) Fasilitas KP dan PP
I II III, dst I II III,dst
Rumah Tapak Rumah Tapak
Tipe >70 80% 70% 60% Tipe >70 85% 70% 65%
Tipe 22-70 80% 70% Tipe 22-70 80% 70%
Tipe ≤21 Tipe ≤21
Rumah Susun/Apartemen Rumah Susun/Apartemen
Tipe >70 80% 70% 60% Tipe >70 85% 75% 65%
Tipe 22-70 90% 80% 70% Tipe 22-70 90% 80% 70%
Tipe ≤21 80% 70% Tipe ≤21 80% 70%
Ruko/Rukan 80% 70% Ruko/Rukan 80% 70%

 

Berbeda dengan rumah siap huni, rumah inden memiliki LTV maksimal 90%. Namun skema pencairan dana dilakukan secara bertahap. Dana yang  dicairkan juga langsung diserahkan ke developer sesuai dengan perkembangan pembangunan rumah. Cek aturan rumah indent di sini: Tips Mengajukan KPR untuk Rumah Indent

 

Cara Menentukan Besar DP Rumah Pertama 

Mengikuti aturan BI terkait LTV, bank tidak bisa memberikan plafon kredit 100% dari harga rumah. Untuk menentukan besar plafon kredit yang akan disetujui, biasanya bank akan melakukan appraisal. Hasil appraisal inilah yang akan dijadikan acuan untuk menentukan plafon kredit yang disetujui. 

Dalam menentukan plafon yang disetujui, biasanya bank akan memilih mana yang nilai yang lebih rendah antara hasil appraisal dan harga rumah untuk disetujui sebagai plafon kredit. 

Asumsinya, jika calon debitur akan mengajukan KPR dengan harga rumah Rp. 450 juta, sedangkan hasil appraisal hanya Rp. 400 juta. Maka angka yang dinilai sebagai harga rumah = Rp. 400 juta. Sehingga skema pembiayaannya adalah: 

Harga rumah: Rp.450 juta

Hasil appraisal bank: Rp. 400 juta

Ketentuan LTV BI: 85% dari harga rumah/hasil appraisal 

Sehingga, 85% X Rp. 350 juta = Rp. 297 juta, maka plafon maksimal yang dicover oleh Rp. 340 juta. Kekurangan dari plafon kredit tersebut menjadi DP yang harus Anda bayar langsung ke pembeli sedangkan plafon kredit akan langsung diberikan bank kepada developer/penjual.

 

Tips Mengumpulkan DP untuk Rumah Pertama 

DP merupakan salah satu komponen biaya KPR yang cukup besar jumlahnya. Untuk itu, Anda perlu menyiapkan dananya sebaik mungkin. Sebaiknya jangan tergiur dengan tawaran DP 0%, karena semakin kecil DP = cicilan semakin besar. Untuk menyiapkan DP rumah pertama ada beberapa tips yang dapat Anda terapkan agar bisa mengumpulkan DP, yaitu:

1. Buat Pos Penghasilan 

Untuk dapat mengumpulkan DP rumah, sebaiknya Anda membuat tabungan dan membagi pos keuangan berdasarkan penghasilan. Untuk Anda yang sudah berkeluarga bisa cek cara membagi pos keuangan di sini: Pos Keuangan Rumah Tangga. Anda bisa menyesuaikan pos keuangan sesuai dengan kondisi keluarga dan penghasilan bulanan Anda.

Selain itu, Anda juga bisa menerapkan pos penghasilan sederhana dengan mengalokasikan beberapa persen dari gaji bulanan untuk keperluan tertentu, misal: Gaji per bulan Anda Rp. 10 juta, maka kira-kira pos keuangannya adalah:

  • Sisihkan 10% atau sekitar Rp. 1 juta untuk dana sedekah/infaq/zakat
  • Sisihkan 10% atau sekitar Rp. 1 juta untuk pos dana darurat. Dana ini hanya bisa digunakan untuk keperluan mendesak
  • 25% untuk dana cicilan atau sekitar Rp. 2,5 juta. Sebaiknya batasi kredit yang Anda miliki, khususnya kredit untuk kebutuhan konsumtif. Rasio kredit memiliki peranan penting dalam pengajuan KPR, sangat disarankan maksimal kredit yang Anda miliki tidak lebih dari 25-40% dari gaji. Semakin besar cicilan semakin kecil kemungkinan pengajuan KPR Anda diterima
  • 35% atau sekitar Rp. 3,5 juta untuk memenuhi dana sehari-sehari atau kebutuhan hidup selama 1 bulan 
  • 20% sisanya atau sekitar Rp 2,5 juta dapat Anda sisihkan untuk dana tabungan untuk DP KPR rumah

Jumlah dan besaran porsi dana di atas dapat Anda sesuaikan dengan kebutuhan dan target tabungan Anda. Anda juga bisa menggunakan fitur autodebet pada rekening, agar setiap bulannya dana dapat terpotong secara otomatis sesuai dengan nominal yang ingin ditabung.

2. Andalkan Investasi

Anda juga bisa mengalihkan dana tabungan ke investasi. Selain bisa digunakan untuk menyimpan dana,  investasi juga bisa memberikan imba/return. Jika Anda berniat mengumpulkan DP melalui investasi, kami sarankan Anda memilih instrumen investasi yang aman dengan profil resiko rendah. Beberapa instrumen investasi yang bisa dipilih adalah reksadana, obligasi, dan emas. Ketiga instrumen investasi tersebut cukup aman dan tidak memiliki resiko tinggi. 

Jika bingung untuk mulai investasi, Anda bisa coba untuk menggunakan aplikasi investasi. Berikut beberapa aplikasi yang kami rekomendasikan, yaitu:

A. Bibit

Bibit merupakan salah satu aplikasi yang dapat digunakan untuk investasi reksadana, obligasi, pasar uang dan saham. Aplikasi ini menggunakan bantuan kecerdasan buatan yang dapat membantu Anda memilih investasi paling sesuai berdasarkan profil risiko yang Anda pilih. Aplikasi ini dapat diunduh di  Playstore dan di Apps StoreAplikasi ini juga aman dari resiko penipuan karena telah mendapatkan izin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

B. Tanam Duit

Tanam Duit merupakan aplikasi yang menawarkan fitur reksadana, obligasi, SBN, asuransi hingga investasi emas. Anda bisa menanam modal reksadana mulai dari Rp. 50 ribu. Aplikasi ini juga memiliki metode pembayaran yang mudah, yaitu bisa melalui transfer virtual account bank, via Gopay, Dana, Shopee pay dan Link Aja. Aplikasi ini juga aman karena diawasi oleh OJK dan Agen Penjual Reksadana (APERD). Anda bisa mengunduh aplikasi ini melalui Playstore dan Apps Store

C. Bareksa

Bareksa memiliki beberapa fitur unggulan, yaitu: investasi reksadana, SBN dan Bareksa Umroh. Aplikasi ini memiliki metode pembayaran yang terbatas, yaitu hanya via Ovo dan transfer bank. Salah satu keunggulan aplikasi ini adalah Anda tidak dikenakan subscription fee. Aplikasi ini juga telah diawasi oleh OJK dan APERD. Anda bisa mengunduh aplikasi ini via Playstore atau Apps Store

D. Pegadaian

Untuk Anda yang lebih tertarik investasi emas, Anda bisa coba aplikasi Pegadaian Digital. Anda bisa mulai investasi emas dengan modal Rp. 50 ribu. Selain beli, Anda bisa juga jual emas langsung di Pegadaian. Anda bisa mengunduh aplikasinya melalui Apps Store atau Playstore

E. Orori

Sebenarnya Orori merupakan aplikasi untuk menjual perhiasan, namun platform ini telah bekerjasama dengan PT. Aneka Tambang, Tbk (ANTAM). Aplikasi ini juga bekerjasama dengan Tokopedia untuk menjual emas di marketplace. Salah satu keunggulan Orori adalah mereka menyediakan layanan untuk mencetak emas batang, namun dikenakan biaya tambahan. 

Selain memanfaatkan beberapa aplikasi di atas, Anda juga bisa membeli reksadana, emas atau instrumen investasi lainnya melalui aplikasi dompet digital dan beberapa marketplace seperti Bukalapak dan Tokopedia.

Cek seputar investasi emas lengkap di sini: Investasi Emas: Tips + Tempat Nabung Emas Terbaik

 

3. Cari Penghasilan Tambahan

Anda juga bisa mengumpulkan biaya untuk DP rumah dengan cara mencari penghasilan tambahan. Cara ini efektif untuk Anda yang ingin menabung namun tidak ingin mengganggu uang bulanan. Ada beberapa ide penghasilan tambahan yang bisa Anda coba seperti jualan makanan, reseller / dropshipper produk tertentu, freelance atau fotografi. Jika Anda berniat untuk menghasilkan pendapatan tambahan, sebaiknya pilih pekerjaan yang porsi kerjanya tidak melebihi porsi pekerjaan utama. Anda juga bisa pilih pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan kemampuan yang dikuasai. 

Baca juga:Ide Bisnis untuk Ibu Rumah Tangga

4. Manfaatkan Bantuan Uang Muka dari Pemerintah

Pemerintah juga menyediakan bantuan uang muka khusus untuk PNS. Program ini ditangani oleh Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan-Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS). Bapertarum merupakan bantuan uang muka rumah (DP) KPR bagi PNS dengan penawaran tenor yang menarik. Namun berdasarkan informasi terbaru, setelah diterbitkannya PP Tapera, rencananya program ini akan dialihkan ke program Tapera oleh pemerintah. 

5. Ajukan PUMP BPJS Ketenagakerjaan

Bagi Anda yang tergolong dalam kategori MBR/Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Anda bisa coba untuk mengajukan PUMP/Pinjaman Uang Muka Perumahan di BPJS Ketenagakerjaan. Dengan pinjaman PUMP Anda bisa mendapatkan plafon kredit maksimum Rp. 50 juta. Cek ketentuan lengkapnya di sini: KPR di BPJS Ketenagakerjaan

6. Ajukan Pinjaman KTA

Jika sulit untuk melakukan beberapa poin di atas, salah satu cara lain yang dapat dicoba adalah dengan mengajukan Kredit Tanpa Agunan/KTA. Anda bisa cek syarat dan ketentuan terkait KTA di sini:

Namun jika Anda berniat untuk mengajukan KTA, sebaiknya Anda juga mempertimbangkan cicilan KPR nantinya, karena besar kemungkinan Anda akan membayar cicilan KPR dan KTA berbarengan. Untuk berkonsultasi seputar pengajuan KPR Anda bisa cek dan ajukan KPR via Sikatabis di sini: Apply KPR di Sikatabis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *