Home » Parenting » Single Parents: Anak Broken Home & Tips Pola Asuh

Single Parents: Anak Broken Home & Tips Pola Asuh

Single parents atau orang tua tunggal adalah salah satu efek dari cerai atau pasangan sudah terlebih dahulu meninggal. Single parent artinya sendirian menjalani peran orang tua yang seharusnya dijalani oleh 2 orang (ayah dan ibu).

 

Orang Tua Tunggal

Menjadi orang tua tunggal adalah hal yang tidak mudah, baik untuk ayah tunggal maupun ibu tunggal. Orang tua tunggal harus menjalani 2 peran sekaligus, yaitu :

  1. mencari nafkah untuk keluarga
  2. mengurus dan mendidik anak

 

Single Parents
Ilustrasi Single Parent

 

Dengan dua peran yang sangat berat itu, single parents sering mengabaikan dirinya sendiri, bahkan merasa tidak bahagia. Padahal, jika single parents tidak bahagia dan depresi, hal tersebut akan memperparah kondisi keluarga, terutama kondisi psikologis anak yang masih sangat bergantung pada orang tua tunggal.

Single Parents Karena Bercerai

Single parents karena bercerai umumnya lebih rawan stres dibanding single parents yang terpisah karena pasangannya terlebih dahulu meninggal. Luka akibat perceraian ditambah membesarkan anak broken home yang sedih karena orang tua cerai menambah potensi stres orang tua tunggal.

Menurut Journal of Positive Psychology, single parent akibat perceraian memiliki risiko :

  1. Serangan jantung sebanyak 21 kali dalam 24 jam pertama dan 8 kali lebih besar dari mereka yang hidup harmonis bersama pasangan.
  2. Kurang memiliki segi positif dalam hidupnya karena membesarkan anak tanpa kehadiran dan dukungan dari pasangan.
  3. Berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak dari orang tua cerai karena terkena dampak negatif yang terjadi pada orang tuanya.

Anak Broken Home

Anak broken home adalah sebutan bagi anak-anak yang orang tuanya mengalami perceraian sehingga berpengaruh terhadap psikologis anak. Dampak orang tua bercerai bagi anak memang tidak dapat dihindari. Terlebih jika anak dalam usia remaja. Usia remaja adalah usia yang paling rentan mengalami stres karena orang tua cerai.

Menurut Hetherington dan Kelly dalam buku Menyelami Perkembangan Manusia, anak broken home cenderung lemah dalam hal bersosialisasi dan kurang bisa mengendalikan sisi emosionalnya. Namun, hal tersebut juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua tunggal. Single parents yang stres dan sering bersedih cenderung mentransfer energi buruk ke anak.

Selain sulit bersosialisasi, akibat orang tua bercerai terhadap anak juga mempengaruhi psikologi anak broken home yang cenderung menutup diri dan tidak percaya pada orang lain. Hal tersebut sangat berisiko membuat anak depresi dan menyalahkan diri sendiri.

Depresi Anak Broken Home

Berikut 3 jenis depresi yang bisa menimpa anak broken home yang sudah kami rangkum dalam tabel :

Depresi Situasional Depresi Berat Depresi Kronis
Penjelasan Depresi terjadi karena situasi tertentu dan termasuk respon otak terhadap stres. Diawali dengan depresi situasional. Namun seiring berjalannya waktu, tekanan mental dan gejala depresi yang terjadi bisa mengarah pada
depresi mayor alias depresi berat.
Jenis depresi yang paling sering terdiagnosis. Namun, umumnya
jenis depresi ini berlangsung dalam jangka waktu yang sangat panjang, yaitu
dua tahun berturut-turut atau lebih.
Gejala Perasaan murung, perubahan pola tidur, perubahan pola makan, dan mengalami tekanan mental yang cukup tinggi. Kondisi mental yang tertekan dalam jangka waktu yang lama,
menolak makan dan tidur, sering menangis dan berteriak karena trauma psikologis.
Gejala yang muncul pada kondisi ini beragam, bisa bersifat ringan atau justru sangat berat. Meski begitu, depresi kronis umumnya tidak
terlalu mengganggu aktivitas harian.
Efek Kesedihan dan menarik diri dari orang sekitar dalam jangka
pendek (beberapa hari hingga 2 minggu).
Kesedihan, keputusasaan, dan kesepian dalam waktu panjang
(lebih dari 2 minggu).
Dalam jangka panjang, depresi kronis bisa memengaruhi kualitas hidup anak. Efeknya yaitu anak rentan mengalami gangguan pada pola pikir, sulit berkonsentrasi, tidak percaya diri, serta mudah putus asa.

 

Namun, risiko-risiko buruk tersebut hanya terjadi ketika pola asuh dari orang tua tunggal yang kurang baik. Pola asuh single parent sangat mempengaruhi perkembangan mental dan psikis anak broken home.

 

Pola Asuh Single Parents

Ayah tunggal dan ibu tunggal memiliki tantangan tersendiri dalam membesarkan anak broken home yang secara langsung merasakan dampak orang tuanya bercerai. Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah menyembuhkan diri Anda terlebih dahulu. Berdamailah dengan masa lalu dan terima keadaan Anda saat ini dengan lapang dada.

Anak akan menyerap energi dari orang tuanya. Jika orang tua tunggal sudah ikhlas dan bahagia, anak akan perlahan bangkit dari kesedihannya. Pola asuh anak broken home sangat berperan penting bagi tumbuh kembang anak. Karenanya, Anda sebaiknya menerapkan beberapa tips pola asuh orang tua tunggal berikut.

 

1. Hindari Menjelek-jelekkan Mantan Pasangan di Depan Anak

Salah satu hal yang rawan dilakukan oleh orang tua tunggal adalah secara sengaja/tidak sengaja menjelek-jelekkan mantan pasangan di depan anak. Alih alih bahagia, ternyata hal ini justru akan lebih membuat Anda terpuruk. Dalam Mommy or Daddy: Whose Side Am I On, Susan Bartell, PsyD mengungkapkan menjelek-jelekkan pasangan hanya akan menyimpan dendam dan tidak membuat hidup lebih bahagia.

Anak yang sedang berada dalam situasi sedih dan bingung, akan semakin sedih jika Anda melakukan hal tersebut. Anak usia balita cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri jika Anda menjelek-jelekkan ayah/ibunya. Pada anak yang lebih besar, ia akan cenderung ikut membenci mantan pasangan Anda. Hal itu tentu sangat tidak baik untuk perkembangan psikis anak.

 

2. Beri Anak Penjelasan Mengenai Perceraian Orang Tuanya

Anak broken home pasti akan merasa bingung mengapa orang tuanya bercerai. Anda perlu jelaskan alasan Anda bercerai dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak. Sesuaikan juga dengan usia anak dan jangan buat anak terbeban untuk cepat memahami.

Jangan pernah menutup diri jika anak bertanya tentang ke mana ayah/ibunya dan mengapa orang tuanya tidak lagi berada dalam 1 rumah yang sama. Jelaskan sesederhana mungkin hingga anak perlahan paham jika orang tuanya memang lebih baik berpisah.

 

3. Tunjukkan Kasih Sayang dan Empati kepada Anak

Meski sudah paham, bukan berarti anak tidak butuh perhatian Anda. Sebagai single parent yang juga harus bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga, Anda juga harus meluangkan waktu untuk anak Anda, terlebih di bulan bulan pertama perceraian Anda.

Tunjukkan kasih sayang Anda ke anak semaksimal mungkin. Awalnya, mungkin Anda perlu menggabungkan “me time” Anda dengan jalan-jalan bersama anak Anda. Jadilah yang pertama tahu jika anak Anda sedih atau marah. Hal ini akan menguatkan bonding orang tua tunggal dan anak.

 

Single Parents single mom
Habiskan Waktu Bersama Anak

 

4. Terapkan Aturan Tegas

Berikan kepercayaan penuh kepada anak dengan tetap menerapkan aturan tegas untuknya. Anak broken home sangat rawan terjerumus dalam pergaulan bebas yang berpengaruh negatif untuk kehidupannya. Untuk itu, penting menanamkan kepercayaan yang bertanggung jawab padanya. Terlebih jika anak Anda sudah masuk usia remaja.

Pada anak yang lebih kecil, gadget adalah salah satu pelarian yang banyak digunakan anak sebagai pelampiasan kesedihannya. Batasi dan tetapkan aturan secara tegas. Ajak anak bermain dan menghabiskan waktu dengan Anda.

 

5. Cari Pengasuh Terpercaya

Sebagai orang tua tunggal yang harus bekerja sekaligus mendidik anak, dua peran ini tidak bisa dijalani dengan mudah. Terlebih jika Anda merupakan pekerja kantoran yang menghabiskan 8 – 12 jam sehari berada di kantor.

Cari pengasuh yang bisa Anda percaya. Jika Anda belum mampu membayar pengasuh atau menitipkan anak di day care karena keterbatasan finansial, Anda bisa minta bantuan kerabat terdekat Anda seperti orang tua atau kakak Anda.

Rundingkan juga hal ini dengan mantan pasangan karena bagaimanapun anak Anda juga anak mantan pasangan Anda. Dia berhak tahu dan memilihkan hal terbaik untuk anaknya.

Baca Juga: Pola Asuh Anak: Teori / Jenis / Pengaruh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *