PHK di masa Corona banyak terjadi akibat ekonomi yang lesu karena pandemi. Perusahaan banyak yang tidak mampu mempekerjakan pegawai lalu memutuskan mem-PHK. Meskipun begitu, pekerja tetap punya hak-hak dan pesangon khusus jika di-PHK. Hak dan pesangon ini diatur di UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketentuan PHK
Sesuai UU Ketenagakerjaan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan sebelum memutus hubungan kerja pegawainya:
- Perusahaan harus berupaya agar tidak mem-PHK karyawan.
- Jika terpaksa PHK, kebijakan ini harus dirundingkan dengan karyawan (tidak boleh tiba-tiba PHK sepihak).
- Jika ada sengketa (karyawan tidak mau di-PHK), maka dapat diselesaikan di lembaga Perselisihan Hubungan Industrial (PHI).
- PHK tidak boleh dilakukan dengan alasan pekerja:
- Sakit dengan keterangan dokter lebih dari 1 tahun.
- Mengabdi kepada negara.
- Beribadah (haji / ziarah).
- Menikah.
- Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui.
- Mendirikan / ikut serikat buruh.
- Mengadukan kejahatan / pidana yang dilakukan perusahaan.
- Beda paham / agama / suku / ras / aliran politik / jenis kelamin / kondisi fisik / dan lainnya.
- Jika terpaksa PHK, maka pekerja wajib mendapat pesangon dari perusahaan.
Ketentuan Hak & Pesangon PHK
Pesangon adalah hak terakhir perusahaan terhadap pekerja yang di-PHK. Meskipun dalam masa sulit (misalnya PHK saat masa Corona seperti ini), perusahaan tetap wajib memberikan pesangon. Jumlah yang diberikan juga harus mengikuti ketentuan dari UU Ketenagakerjaan. Berikut perhitungannya.
Selain uang pesangon, pengusaha juga wajib memberi uang penghargaan atas masa kerja pegawai. Ketentuan uang penghargaan tersebut yaitu:
Pekerja juga berhak mendapat uang-uang penggantian hak lainnya berupa:
- Cuti tahunan yang belum diambil & belum gugur
- Ongkos pulang ke tempat diterima kerja (misal dahulu diterima di Semarang, lalu perusahaan pindah ke Jakarta dan pekerja ikut pindah ke Jakarta, maka jika di-PHK akan dapat ongkos pulang ke Semarang)
- Uang perumahan & pengobatan, yang besar nya 15% dari uang pesangon + uang penghargaan
- Hal-hal lain yang ditetapkan dalam kontrak kerja
Tidak ada ketentuan tertentu untuk menghitung uang penggantian hak cuti, tapi biasanya perusahaan memakai rumus:
(Jumlah cuti yang belum diambil / hari kerja dalam 1 bulan) x Upah 1 bulan
Hitung Hak & Pesangon PHK
Contoh kasus:
Tri kena PHK di masa Corona (bulan Mei 2020). Ia sudah bekerja 10 tahun dengan upah total (gaji + uang transport tetap + tunjangan dan lain-lain) = Rp 5.000.000. Tahun ini, ia sudah ambil cuti 2 kali. Sistem kerja nya 5 hari kerja. Maka jumlah hak & pesangon yang berhak diterima Tri:
- Uang Pesangon:
- 9 bulan upah (karena sudah bekerja > 8 tahun)
- Maka, 9 x Rp 5.000.000 = Rp 45.000.000
- Uang Penghargaan atas masa kerja (10 tahun):
- 4 bulan upah (karena sudah bekerja > 9 tahun tapi < 12 tahun)
- Maka, 4 x Rp 5.000.000 = Rp 20.000.000
- Uang Penggantian Hak Cuti:
- Jatah cuti Janurari – Mei = 5 (1x / bulan)
- Sisa jatah cuti: 5 – 2 = 3
- Hari kerja / bulan = 20 (5 x 4 minggu)
- Maka, 3 / 20 x Rp 5.000.000 = Rp 750.000
- Uang perumahan & pengobatan:
- 15% x (uang pesangon + uang penghargaan)
- 15% x (Rp 45.000.000 + Rp 20.000.000)
- Maka, 15% x Rp 65.000.000 = Rp 975.000
- Maka, total uang yang didapatkan Tri:
- Rp 45.000.000 + Rp 20.000.000 + Rp 975.000 + Rp 750.000 = Rp 66.725.000
Ini belum termasuk jika ada ketentuan-ketentuan lain yang diatur dalam kontrak kerja.
Baca juga: Tips jika kena PHK