Home » Aktivitas » Istilah-Istilah yang Sering Muncul Terkait Corona / Covid-19

Istilah-Istilah yang Sering Muncul Terkait Corona / Covid-19

Istilah-istilah terkait virus Corona cukup banyak. Ketahui istilah-istilah ini agar Anda semakin paham terhadap situasi pandemi sehingga lebih waspada. Mengetahui istilah-istilah ini juga penting agar Anda tahu langkah apa yang tepat untuk mencegah / menangani virus Corona. Berikut daftarnya, kami bagi berdasarkan kategori-kategori tertentu.

Daftar Isi Istilah tentang Corona:

 

Istilah / Nama Virus

Banyak orang sering menukar istilah Corona, Covid, Covid-19, dan variannya untuk menyebut baik nama virusnya maupun nama penyakitnya. Faktanya, istilah-istilah tersebut berbeda. Berikut penjelasannya:

1. Coronavirus / Virus Corona / Virus Korona

Istilah ini sebenarnya merujuk ke kelurga virus. Jadi sesungguhnya, virus Corona = nama keluarga virus, bukan nama 1 jenis virus. Nama Corona berasal dari bahasa Latin yang artinya mahkota. Diambil dari bentuk permukannya yang tajam-tajam menyerupai mahkota. Keluarga virus Corona sudah ditemukan sejak 1960an dan dulu juga menyebabkan penyakit MERS dan SARS. Dalam bahasa Indonesia kadang diterjemahkan jadi ‘virus korona’.

2. Novel Coronavirus (2019) / 2019 n-CoV

Saat virus ini pertama kali menyebar di akhir 2019, ilmuwan sudah tahu bahwa termasuk keluarga corona, tapi belum mengidentifikasi jenisnya apa. Oleh karena itu, virus ini dinamai Novel Coronavirus 2019 (kadang ditambah tahun kadang tidak). Kadang disingkat 2019 n-CoV. ‘Novel’ berasal dari bahasa Latin artinya ‘baru’. Maksudnya, virus corona ini jenis baru karena belum dapat diidentifikasi.

3. SARS-Cov-2

Setelah berhasil diidentifikasi, istilah novel coronavirus tidak lagi dipakai. Ilmuwan dan WHO lalu secara resmi menamainya SARS-Cov-2. Kepanjangannya = Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2. ‘Severe Acute Respiratory Syndrome’ = Sindrom Pernapasan Akut Parah, menunjukkan dampak jika terkena virus ini.

4. COVID-19 / Covid-19

Covid-19 adalah nama resmi penyakit yang ditimbulkan oleh SARS-Cov-2. Kepanjangannya = Coronavirus dissease 2019. ‘Dissease’ = ‘penyakit’. Jadi artinya, penyakit yang ditimbulkan coronavirus. 2019 menunjukkan kasus pertama munculnya penyakit ini. Hal ini sama seperti HIV / AIDS, HIV = nama virusnya, AIDS = nama penyakitnya.

 

Persebaran Virus Corona

Peta pandemi Covid-19
Peta pandemi Covid-19 yang update dari Google

 

Beberapa istilah ini muncul saat membahas persebaran virus Corona / SARS-Cov-2. Beberapa istilah ini, misalnya wabah, outbreak, epidemi, dan pandemi, sering dicampur adukkan penggunaannya.

1. Wabah / Outbreak / Endemi

Wabah / outbreak / endemi adalah jika ditemukan banyak kasus penyakit tertentu dalam suatu wilayah. Wabah terjadi di suatu wilayah yang menjadi awal persebaran virus di wilayah yang lebih besar. Misalnya, wabah Covid-19 di Wuhan (menjadi awal persebaran di China). Wabah / outbreak adalah istilah yang lebih sering dipakai.

2. Epidemi

Disebut epidemi jika penyakit sudah menyebar ke wilayah yang lebih luas dan menjangkit orang yang lebih banyak. Epidemi berasal dari bahasa Yunani ‘epi’ = ‘terhadap / di atas’ dan ‘demos’ = ‘masyarakat’. Dalam kasus coronavirus 2020 ini, saat masih menjangkit satu kota (misalnya Jakarta), maka masih disebut wabah / outbreak Covid-19 di Jakarta. Tapi saat sudah menyebar ke seluruh Indonesia, maka disebut epidemi Covid-19 di Indonesia.

3. Pandemi

Pandemi adalah jika semakin banyak yang terkena suatu penyakit + sudah menyebar ke wilayah yang lebih luas dari epidemi. Dengan kata lain, penyakit ini sudah menyebar ke seluruh dunia. Pada 11 Maret 2020, WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi. Salah satu penyakit lain yang pernah mendapat status pandemi adalah flu babi akibat virus H1N1 pada 2009.

4. Imported Case

Imported case = kasus impor, menunjukkan persebaran suatu penyakit yang berasal dari luar negeri. Mengetahui suatu kasus adalah impor / tidak penting untuk mengetahui persebaran virusnya. Contohnya, seseorang pulang ke Indonesia setelah dari Korea. Setelah dicek, ia positif Covid-19, artinya ini imported case. Imported case juga dapat dipakai untuk menyebut infeksi yang didapat dari wilayah lain. Misalnya, di Yogyakarta ada kasus positif, setelah dicek dan ditelusur, ternyata orang ini terinfeksi saat masih di Jakarta (lalu pulang ke Yogyakarta).

5. Local Transmission / Transmisi Lokal

Transmisi lokal artinya penyakit tersebut sudah menyebar di suatu wilayah / dalam negeri. Seseorang dapat terinfeksi karena berinteraksi dengan orang lain di wilayah tersebut, bukan hanya karena kena dari luar negeri  / wilayah lain. Kasus Covid-19 di Indonesia sekarang sudah transmisi lokal semua karena tertular tidak dari luar negeri.

6. Klaster / Cluster & Sub Klaster / Cluster

Klaster artinya pengelompokkan persebaran virus dalam waktu dan tempat yang sama. Contohnya, seseorang dicek positif, lalu satu perumahan dicek, ternyata banyak yang positif. Artinya, kasus ini dapat dikelompokkan jadi klaster yang sama. Jika ada warga perumahan ini yang menularkan ke kantor, lalu satu kantor dicek dan banyak yang positif juga, kasus ini dapat disebut sub klaster dari klaster sebelumnya.

7. Community Spread

Berbeda dengan pengelompokkan dengan klaster, community spread / penyebaran komunitas terjadi tidak dalam waktu dan tempat yang sama. Contohnya, seseorang dapat terkena virus corona karena community spread di kendaraan umum. Kasus penularan ini sulit dilacak karena tidak diketahui pasti kapan dan di mana ia terkena virus.

Orang yang Terkena Virus

Secara resmi, pemerintah tidak lagi memakai istilah suspect Corona / Covid-19. Suspect biasanya mengacu ke PDP, tapi istilah ini tidak resmi dipakai karena lebih spesifik jika langsung disebut sebagai ODP / PDP. Seseorang dapat menjadi ODP / PDP jika menunjukkan gejala yang mengarah pada infeksi virus Corona. Berikut penjelasannya:

1. Orang Dalam Pemantauan (ODP)

Menurut Pemprov DKI Jakarta (yang juga dipakai di secara nasional), seseorang dinyatakan sebagai ODP jika:

  • Punya gejala demam (suhu di atas 38 derajat) / riwayat demam
  • Atau punya gejala / riwayat ISPA tanpa pneumonia
  • Punya riwayat perjalanan ke negara / wilayah yang terjangkit dalam 14 hari terakhir

Jika seseorang menjadi ODP, maka harus menjalani karantina / isolasi mandiri paling tidak selama 14 hari ke depan. Sebaiknya periksa ke rumah sakit, namun hal ini tidak wajib. Jika tidak sembuh (keadaan memburuk), maka statusnya akan naik jadi PDP.

2. Pasien Dalam Pengawasan (PDP)

Menurut Pemprov DKI Jakarta (yang juga dipakai di secara nasional), seseorang dinyatakan sebagai PDP jika:

  • Punya gejala demam (suhu di atas 38 derajat) / riwayat demam
  • Punya gejala / riwayat ISPA dan pneumonia ringan hingga berat
  • Punya riwayat perjalanan ke negara / wilayah yang terjangkit dalam 14 hari terakhir
  • Kontak dengan orang yang positif Covid-19 dalam 14 hari terakhir

Jika menjadi PDP, seseorang wajib dijemput pihak kesehatan untuk menjalani rangkaian tes dan dikarantina di rumah sakit. Jika tes menunjukkan hasil positif, maka orang tersebut disebut pasien positif Covid-19.

3. Pasien Positif

Seseorang dinyatakan sebagai pasien positif jika sudah melakukan serangkaian tes dan hasilnya menunjukkan dirinya terinfeksi virus SARS-Cov-2. Pasien positif wajib dirawat di rumah sakit sampai sembuh. Saat dirawat, pasien positif kemungkinan besar sembuh karena tingkat kesembuhan Covid-19 sekitar 97%.

4. Orang Tanpa Gejala (OTG)

Seseorang dapat saja terjangkit virus Corona tanpa menunjukkan gejala apapun. Orang ini disebut sebagai OTG (orang tanpa gejala). Orang-orang ini tidak merasakan sakit sama sekali karena sistem imunnya yang kuat, sehingga virus corona akan mati dengan sendirinya. Meskipun begitu, OTG tetap dapat menularkan virus dan membuat orang yang imunnya lebih lemat sakit.

5. Comorbidity (Komorbiditas)

Covid-19 lebih rentan menyerang seseorang dengan comordibity / komordibitas, yaitu orang yang punya komplikasi masalah kesehatan lain. Biasanya orang-orang dengan riwayat penyakit jantung, pneumonia, ISPA, dan diabetes rentan terserang dan mudah jatuh sakit.

 

Pencegahan Virus Corona

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut cara-cara dalam mencegah persebaran virus Corona. Berikut penjelasannya:

1. Social Distancing

Social distancing = pembatasan sosial. Maksudnya, selama pandemi Covid-19, masyarakat diharap untuk menjaga jarak satu sama lain. Hal ini untuk mencegah mudahnya persebaran virus melalui kontak langsung (biasanya lewat droplet) maupun benda-benda yang disentuh bergantian oleh orang lain.

2. Physical Distancing

Pada 20 Mei 2020, WHO resmi mengubah istilah social distancing menjadi physical distancing (pembatasan fisik). Sebenarnya maksudnya tetap sama-sama jaga jarak dari orang lain. Tetapi, diubah ke physical distancing agar memberi kesan bahwa masyarakat berjarak secara fisik. Sementara secara sosial tetap terhubung melalui media komunikasi dan internet.

3. Social Media Distancing

Social media distancing = pembatasan media sosial. Hal ini dianjurkan oleh banyak ahli agar masyarakat tidak terlalu banyak mengakses media sosial, terutama informasi-informasi soal Covid-19. Media sosial adalah platform yang bebas dan tidak dimonitor, sehingga berbagai informasi dapat menyebar luas. Masyarakat akan rentan terpapar informasi salah, meresahkan, bahkan hoax yang justru dapat meningkatkan stress dan menurunkan daya tahan tubuh.

4. Isolasi

Isolasi adalah memisahkan orang yang sudah sakit agar tidak menulari orang yang tidak sakit. Isolasi dilakukan oleh PDP atau pasien positif di rumah sakit. ODP kadang disebut juga agar melakukan isolasi mandiri di rumah. Aslinya, istilah ini tidak tepat karena OPD Corona belum positif sakit.

5. Karantina

Sebaliknya, karantina adalah memisahkan dan membatasi pergerakan masyarakat yang pernah / punya kemungkinan terpapar untuk mengetahui apakah dirinya benar-benar terinfeksi atau tidak. Contoh karantina adalah saat pemerintah Indonesia mengkarantina mahasiswa yang dijemput pulang dari Wuhan saat awal-awal kasus Covid-19. Karantina mandiri dapat dilakukan oleh ODP di rumah atau di tempat yang terpisah dengan orang lain.

6. Lockdown

Lockdown adalah penutupan suatu wilayah agar tidak ada orang yang keluar / masuk wilayah tersebut. Hal ini untuk mencegah penyebaran virus ke wilayah lain dan agar tidak ada imported case baru. Lockdown biasanya juga disertai tindakan lain untuk semakin menekan jumlah orang yang berpindah tempat, seperti penerapan jam malam, penutupan tempat-tempat umum, patroli jalanan oleh polisi, penerapan sanksi, dan lainnya. Lockdown dilakukan di Wuhan, Italia, dan beberapa negara / wilayah lain yang kasus Covid-19 nya sangat tinggi.

7. PSBB

Indonesia tidak menerapkan lockdown tapi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Menurut PP No. 21 tahun 2020, PSBB adalah berbagai tindakan membatasi kegiatan penduduk dalam suatu wilayah untuk mencegah penyebaran Covid-19. PSBB tidak diberlakukan di seluruh Indonesia, hanya di kota-kota yang jumlah kasus Covid-19 nya banyak dan meningkat cepat.

Jika suatu wilayah menerapkan PSBB, maka akan ada:

  • Peliburan sekolah dan tempat kerja
  • Pembatasan kegiatan keagamaan
  • Pembatasan kegiatan di tempat / fasilitas umum (termasuk transportasi umum)

Suatu daerah dapat mengajukan diri agar pemerintah pusat menetapkan status PSBB. Pemda mengajukan permohonan ke menteri, lalu menteri menetapkan apakah di daerah tersebut dapat diterapkan PSBB / tidak berdasar saran dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.

8. Flattening the Curve / Pelandaian Kurva

Tujuan tindakan-tindakan pencegahan ini adalah untuk melandaikan kurva / flattening the curve. Kurva yang dimaksud adalah kurva jumlah pasien positif yang dirawat di rumah sakit. Tujuannya agar jumlah yang sakit tidak terlalu banyak sampai rumah sakit kewalahan / tidak mampu menanganinya. Jika jumlah yang sakit masih sesuai kapasitas rumah sakit = semua yang sakit dapat dirawat sampai sembuh.

Pelandaian kurva / flattening the curve Covid-19
Kurva Covid-19: harus landai (biru) agar yang sakit dapat dirawat optimal. (Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19)

 

Penanganan Virus Corona

Berikut istilah yang sering dipakai dalam tindakan penanganan virus Corona.

1. Tracing / Contact Tracing

Tracing / contact tracing adalah upaya pelacakan untuk mengetahui siapa saja yang pernah kontak dengan ODP / PDP Covid-19. Contohnya, jika seseorang menunjukkan gejala, maka pemerintah / pihak kesehatan akan mendata siapa saja orang yang ia temui dan di mana, misalnya keluarga di rumah, teman di kantor, dan sebagainya. Orang yang pernah berkontak ini kemudian diberitahu bahwa mereka pernah kontak dengan PDP, lalu diberi peringatan dan himbauan jika pernah kemudian muncul gejala. Selain untuk memberi peringatan dini ke orang-orang yang kemungkinan terkena, tracing juga berguna untuk mengetahui pola / cara persebaran suatu penyakit.

2. Rapid Test / Tes Cepat / Tes Masal

Rapid test adalah tes cepat yang dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang punya / pernah punya virus Corona atau tidak. Beberapa hal tentang rapid test:

  • Disebut tes cepat karena hasilnya dapat keluar dalam 10 – 15 menit.
  • Tes dilakukan dengan mengambil sampel darah.
  • Yang dites = melihat apakah terbentuk antibodi IgM dan IgG dalam darah. Antibodi ini muncul jika seseorang terjangkit virus Corona. Jika muncul = ada virus Corona dalam tubuh orang tersebut.
  • Jika tes cepat positif, maka sebaiknya karantina diri selama 14 hari.
  • Meskipun begitu, hasil rapid test belum tentu akurat. Hal ini karena:
    • Bisa saja sudah terjangkit virus tapi saat dites, antibodi belum terbentuk.
    • Bisa saja antibodi ini terbentuk karena virus Corona jenis lain, bukan SARS-Cov-2 penyebab Covid-19
  • Jika hasil rapid test negatif, dianjurkan untuk mengulangi rapid test 7 -10 hari kemudian untuk mengecek apakah benar negatif / tidak.
  • Tidak semua orang dapat minta rapid test. Rapid test hanya khusus untuk:
    • ODP
    • Orang yang punya riwayat kontak dengan ODP / PDP / pasien positif.
    • Masyarakat yang bekerja di tempat yang rawan terkena / punya interaksi tinggi, seperti dokter, perawat, polisi, pejabat publik, TNI, petugas bandara, dan lain sebagainya.

3. Swab Test / Tes Usap / PCR Test

Berbeda dengan rapid test, swab test dilakukan dengan mengambil sampel apus yang terdapat di dalam tenggorokan atau ujung hidung. Swab test dilakukan oleh PDP / ODP dan orang yang pernah kontak dengan pasien positif (meskipun ia sendiri OTG). Beberapa hal tentang swab test:

  • Dikenal juga sebagai PCR (polymerase chain reaction) test.
  • Test dilakukan dengan cotton bud khusus yang dimasukkan ke ujung hidung (nasofaring) atau tenggorokan / belakang mulut (orofaring).
  • Test ini terasa tidak nyaman karena memasukkan alat ke saluran pernapasan. Jika test ke nasofaring tidak nyaman, bisa ke orofaring yang sedikit lebih mudah (meskipun nasofaring lebih direkomendasikan karena lebih akurat).
  • Meskipun akurat, Swab test sebaiknya dilakukan lebih dari sekali.
  • Jika dinyatakan positif, maka pasien akan diisolasi di rumah sakit dan dirawat sampai sembuh. Selama perawatan, pasien akan ditest swab setiap hari. Jika 2 kali test menunjukkan hasil negatif, maka sudah dinyatakan sembuh dan boleh pulang.

4. Herd Immunity

Istilah herd immunity (kekebalan kelompok) dalam kasus Corona ini adalah cara untuk menghentikan suatu wabah yaitu dengan mengembangkan kekebalan di banyak orang. Kekebalan ini bisa didapatkan secara alami maupun dengan divaksin. Jika pernah kena virus, maka seseorang akan mengembangkan imunitas sehingga tidak jatuh sakit. Jika banyak orang mengembangkan kekebalan terhadap suatu virus, maka virus tersebut akan susah menyebar dan menginfeksi.

Vaksin virus Corona belum ditemukan, sehingga pilihan mencapai herd immunity hanya bisa secara natural. Meskipun begitu, herd immunity dianggap tidak bijak karena dapat menelan korban jiwa yang lebih banyak sebelum akhirnya tercapai. Pemerintah dan ilmuwan lebih sepakat untuk mencegah penularan Covid-19 melalui cara-cara lain seperti karantina, sosial distancing, rapid test, dan lain sebagainya.

 

Aktivitas Masyarakat di Tengah Pandemi

1. Work from Home (WFH) / School from Home (SFH)

Work from Home = kerja dari rumah. School from Home = sekolah dari rumah. Sebagian masyarakat Indonesia sudah menerapkan WFH / SFH sebagai bentuk social / physical distancing dan mendukung kebijakan PSBB. Siswa / mahasiswa seluruh Indonesia sudah melakukan SFH, tapi sayangnya tidak semua masyarakat dapat WFH. Bidang-bidang pekerjaan seperti pedagang, pelayanan jasa, dan produksi pabrik tidak dapat dilakukan di rumah.

2. Panic Buying / Bulk Buying

Istilah ini muncul di awal-awal merebaknya kasus Corona di Indonesia. Orang-orang berbondong-bondong membeli banyak kebutuhan sehari-hari untuk stok beberapa bulan. Mereka berpikir bakal tidak dapat keluar rumah sehingga harus menyetok persediaan untuk berbulan-bulan. Hal ini disebut sebagai panic buying (membeli karena panik) atau bulk buying (membeli besar-besaran). Tindakan ini tidak dianjurkan karena dapat membuat barang-barang jadi langka sehingga orang lain tidak akan dapat beli. Pemerintah dan masyarakat umum menganjurkan untuk membeli kebutuhan secara normal saja. Asalkan setiap pergi belanja selalu memakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak.

3. Reaksi Psikosomatik

Psikosomatik berasal dari kata ‘psyche’ = pikiran dan ‘soma’ = tubuh. Artinya, kondisi pikiran mempengaruhi tubuh. Di masa pandemi ini, banyak masyarakat yang mengeluh mengalami gejala Covid-19 padahal bukan ODP / PDP. Hal ini mungkin saja hanya reaksi psikosomatik yang muncul akibat stress dan merasa terancam oleh virus Corona. Pikiran mendorong tubuh membentuk gejala-gejala yang mirip penyakit Covid-19 agar kita mengambil langkah-langkah pencegahan atau penanganan. Intinya, muncul gejala = agar waspada.

Reaksi psikosomatik dapat muncul akibat stress karena membaca informasi-informasi mengenai Covid-19 secara berlebihan. Oleh karena itu, dianjurkan untuk mengurangi penggunaan sosial media (sosial media distancing) agar tubuh tidak stress. Reaksi psikosomatik yang berlebihan juga dapat membuat seseorang semakin stres karena jadi was-was dan takut jika benar-benar tertular Covid-19.

 

Istilah-Istilah Medis Lain

Berikut istilah medis lain yang berhubungan dengan virus Corona / Covid-19.

1. Droplet

Saat berbicara, batuk, atau bersin, mulut dan hidung akan menyemburkan titik-titik air kecil yang disebut droplet. Droplet ini sangat kecil hingga tidak terlihat. Droplet adalah sarana penyebaran virus SARS-Cov-2. Misalnya, jika seseorang bersin lalu droplet nya mengenai meja, lalu mejanya tersentuh orang lain, maka virus akan menempel di tangan orang lain tersebut. Saat tangan orang tersebut menyentuh saluran tubuh (mata / hidung / telinga / mulut) maka virus akan masuk dan menjangkiti orang tersebut.

Untuk mencegah penularan SASR-Cov-2 lewat droplet, maka dianjurkan memakai masker akan droplet seseorang tidak sembarangan menempel di permukaan benda. Selain itu, cuci tangan dan tidak menyentuh area wajah juga membuat droplet / virus tidak masuk ke tubuh.

2. APD

APD Covid-19
Bagian-bagian APD untuk penanganan Covid-19 (Solopos)

 

Alat Pelindung Diri (APD) dipakai oleh petugas medis untuk penanganan Covid-19. APD tidak boleh dipakai sembarangan orang, bahkan tidak semua petugas medis boleh pakai APD. Pemakaian APD juga bertahap, yaitu:

Pemakaian APD untuk Covid-19 Kegiatan / pekerjaan APD yang dipakai
Tingkat Pertama Praktek umum, tidak beresiko tinggi Masker bedah, gaun bedah, sarung tangan pemeriksaan
Tingkat Kedua Di ruang perawatan pasien / laboratorium, pengambilan sampel non pernapasan (misal darah) Penutup kepala, goggle (kacamata bedah), masker bedah, gaun bedah, sarung tangan sekali pakai
Tingkat Ketiga Kontak langsung dengan suspect Covid-19, melakukan bedah Penutup kepala, pengaman muka, goggle, masker N95, gaun bedah, sarung tangan bedah, sepatu boot anti air

 

Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemakaian APD:

  • Tidak meletakkan APD bekas pakai secara sembarangan, termasuk di loker
  • Tidak membongkar kembali APD yang sudah dipakai yang telah dikemas dalam plastik khusus.
  • Bersihkan diri atau mandi setelah menggunakan APD.

3. Chloroquine / Klorokuin

Klorokuin adalah obat malaria. Banyak ilmuwan yang sudah meneliti bahwa klorokuin juga dapat digunakan untuk mengurangi resiko tertular virus Corona. Meskipun begitu, WHO belum menetapkan secara resmi bahwa klorokuin adalah obat untuk Covid-19. Sehingga, sebaiknya kita tidak perlu membeli klorokuin atau malah memborongnya. Klorokuin adalah obat keras yang harus sesuai resep dokter, jika tidak pakai resep = malah berbahaya.

4. Airborne

Suatu penyakit / virus disebut airborne jika dapat menular lewat udara. Beberapa contoh virus airborne misalnya flu, cacar air, tuberkulosis. Meskipun masih diteliti, tapi para ahli (termasuk WHO) menyatakan bahwa virus Corona bukan airborne. Virus Corona memang dapat bertahan di udara terbuka, namun hanya beberapa jam. Selain itu, partikel virus Corona terlalu berat untuk dapat melayang di udara sehingga jika keluar dari tubuh (lewat droplet), virus Corona akan segera jatuh.

Bukti bahwa virus Corona = tidak airborne adalah pola penularan dan jumlah kasusnya. Jika airborne = kasus positif akan lebih banyak daripada yang terjadi sekarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *